BZWI8C3qMxmdvudEkXnedhGzdjepF89oa9U6FDLb
Bookmark
Artikel Pilihan

Rumah adalah Lembaga Pendidikan yang Pertama dan Utama

Anak - Anak Belajar dari Kehidupannya Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berke…

Realitas Hukum Ferdy Sambo dan Potret Hukum di Indonesia Bagi Kaum Minoritas

Realitas Hukum Ferdy Sambo dan Potret Hukum di Indonesia Bagi Kaum Minoritas
Ferdy Sambo
Dari oarang kita belajar dan dari setiap peristiwa selalu ada hikmah di baliknya. Berikut ini refleksi tentang kasus hukum Ferdy Sambo dan usaha untuk mencari keadilan di Indonesia. Penuh liku tetapi keadilan itu nyata. Simak ulasan lengkapnya berikut ini.

Romo Magnis Sueno, Saksi Ahli Bharada Eliezer Menjadi Contoh Kongkrit Ajaran Sosial Gereja Katolik 

Frans Magnis Sueno Sj adalah imam Katolik, Budayawan dan Pengajar Filsafat Moral di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta. Kepakaran imam Jesuit itu telah diakui dunia dan nasional. Tahun 2017 lalu Universitas Gaja Mada menganugerahkan Philosophy Award kepada pria Jerman berkewarganegaraan Indonesia itu.
Romo Magnis Sueno, Saksi Ahli Bharada Eliezer Menjadi Contoh Kongkrit Ajaran Sosial Gereja Katolik
Foto milik: website Fakultas Filsafat UGM

Menjadi Saksi Ahli yang Meringankan Bharada Eliezer

Kasus polisi tembak polisi di rumah polisi, dan melibatkan puluhan polisi menjadi terang saat Bharada Eliezer mengakui perbuatannya dan menjadi Justice Collaborator. Peristiwa hukum yang menyita perhatian publik tersebut menempatkan seorang polisi berpangkat Bharada (Eliezer), berhadapan langsung dengan seorang jendral bintang 2, Ferdy Sambo. Tarik menarik kepentingan untuk melepaskan diri dari jeratan hukum terlihat jelas saat sidang di pengadilan Jakarta Selatan.  

Pihak Ferdy Sambo melalui pengacaranya berusaha keras untuk menempatkan Eliezer menjadi pelaku utama. Salah satu peristiwa hukum yang menarik perhatian publik adalah perdebatan antara pengacara Ferdy Sambo dan Richard Eliezer di ruang sidang. 

"Siapa yang mendoktrin dan di mana didoktrin" ujar pengacara Sambo dengan nada tinggi.

"Klain bapak, di lantai 2 rumah Saguling" bentak Richard Eliezer tak mau kalah.

"Sudah, sudah," " Silakan bertanya lewat hakim" kata hakim menengahi perdebatan tersebut.

Peristiwa hukum Ferdy Sambo dan Richad Eliezer hendaknya membuka mata kita semua, bahwa keadilan jadi sesuatu yang mahal; apalagi melibatkan mereka yang berduit dan memiliki jabatan mentereng seperti Ferdy Sambo. Namun keadilan harus diperjuangan. 

Usaha untuk mendapatkan keadilan bagi Baharada Eliezer, maka pengacaranya mendatangkan Romo Magnis sebagai saksi ahli yang meringankan Eliezer.

Dalam keterangannya sebagai ahli Filsafat Moral, Magnis Sueno mengatakan, bahwa orang yang bersalah, belum tentu yang bersangkutan salah secara moral. "Sebagai contoh, seorang tentara yang berada di medan perang, harus menembak lawannya hingga tewas, "apakah tentara tersebut salah?". "Secara moral salah karena membunuh, tetapi apakah yang bersangkutan salah?". Tanya Romo Magnis di hadapan hakim dan pengacara Ferdy Sambo. "Jika dia tidak membunuh maka otomatis dia dibunuh" jelas Magnis lebih lanjut.

Ilustrasi di atas sama dengan kasus yang melibatkan Eliezer, jika dia tidak menembak maka yang bersangkutan akan langsung berhadapan dengan jendral bintang 2 di hadapannya. Oleh karena itu, dari segi etika moral seseorang yang secara moral bersalah, belum tentu salah. Ujar Romo Magnis mengahiri kesaksiannya.

Ajaran Sosial Gereja Katolik

Romo Magnis Sueno, Saksi Ahli Bharada Eliezer Menjadi Contoh Kongkrit Ajaran Sosial Gereja Katolik
Menurut Mgr. Suharyo, Ajara Sosial Gereja dapat dirangkum dalam lima pokok yaitu (1) Menghargai Martabat manusia; (2) Mengusahakan kebaikan bersama; (3) Merawat dan mengembangkan solidaritas; (4) Memberikan perhatian lebih kepada saudara-saudari kita yang kurang beruntung; dan (5) Merawat alam ciptaan sebagai rumah.

Kehadiran Romo Magnis untuk memberikan perhatian lebih kepada poin 4 dari ajaran Gereja Katolik, yakni memberi perhatian lebih kepada saudara - saudari kita yang kurang beruntung.

Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Richard Eliezer dan almahrum Yosua tidak memiliki masalah pribadi atau dendam. "Saya satu kamar dengan bang Yos" kata Eliezer saat ditanya hakim tentang hubungan personalnya dengan almahrum. 

Kata "Bang Yos" dan "Satu kamar" mau menunjukan bahwa keduanya cukup dekat dan tidak ada masalah sebelumnya. Saat garis nasib mengantarkan anak muda bernama Eliezer berada di "meja hijau". Melakukan tindakan yang dia sendiri tidak menginginkannya. Lantas coba diarahkan untuk menjadi pelaku utama maka kehadiran gereja dalam kaitan dengan ajaran sosial Gereja Katolik menjadi penting.     

Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ seorang pastor telah menunjukan tindakan nyata dari ajaran sosial gereja Katolik itu sendiri. Hadir dan membela yang kecil, papa dan tidak beradaya karena uang dan kekuasaan. Hal ini diakui oleh Asep Iwan, mantan Hakim MK dalam perbincangannya di Metro Tv.

"Ketokohan seorang Magnis Sueseno sudah diakui, "Beliau tokoh bangsa", "Saya mah tidak seberapa dibandingkan beliau" kata Asep Iwan, mantan Hakim MK saat ditanya oleh wartawan Metro TV.   

 "Namun dari semua itu, hal yang menurut saya paling penting adalah kehadiran tokoh penting seperti Romo Magnis dalam suasana Natal", "Ini menunjukan bahwa masalah ini serius dan harus diberi perhatian khusus oleh kita semua" jelas kang Asep lebih lanjut.

Penutup

Keadilan adalah sebuah cita-cita besar bangsa ini yang harus diperjuangkan oleh kita semua. Pro Eklesia Et Patria, Demi Gereja, Bangsa dan Negara mari kita nyatakan iman kita dengan perbuatan nyata untuk membangun bangsa.

Salve.    

3 Refleksi Penting dari Kasus Hukum yang Melibatkan Ferdy Sambo

Kasus hukum pidana yang melibatkan jendral polisi bintang 2, Ferdy Sambo. Menarik untuk kita refleksikan bersama. Semula diskenariokan sebagai kasus polisi tembak polisi, melibatkan polisi, di rumah polisi. Kini seperti sinetron berseri yang membuat penasaran banyak mata. Mengapa melibatkan banyak mata?

Jawabannya karena masalah hukum yang melibatkan polisinya polisi. Bila dicermati dari sudut pandang Putri Candrawati, idealnya kasus ini berada di ruang privasi. Namun karena kekuatan media, networking dan pemerintah akhirnya terbongkar.

Saya akan membahas ketiga hal tersebut dalam prespektif orang awam. Mari dengan kepala dingin dan siapkan kopi hangat, kita mulai sajian pertama

Pemerintahan Pak Jokowi yang Tanggap dan Responsif.

Sebelum kita mulai, mari kita sepakati dulu, bahwa tulisan ini tidak berhubungan dengan politik; apalagi dukung mendukung di tahun politik. Tidak sama sekali!, ini murni refleksi pribadi, berdasarkan pengamatan yang terbatas.

Jejak digital masih hangat dirasa, intruksi orang nomor 1 di Indonesia, Presiden Jokowidodo sangat jelas. "Buka kasus ini", "jangan ditutup-tutupi", "biarkan rakyat tahu apa adanya.

Redaksinya mungkin berbeda dan juga di media yang berbeda, tetapi pesan pak Jokowi sebagai kepala pemerintahan jelas, "jangan ditutup-tutupi". Itu disampaikan beliau, sebanyak 3 kali. Selanjutnya diekesekusi oleh Bapak Mahfud MD, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan di Indonesia. Prosesnya tidak mudah, namun akhirnya jadi juga. Ferdy Sambo ditahan.          

Point penting pertama dari refleksi saya adalah, 2023 tahun politik. Pilihlah pemerintahan yang berpihak pada rakyat kecil dan berjiwa pancasila. Salah memilih 5 tahun merana. Keadilan jadi fatamorgana.

Berita Media yang Masif

Di bagian awal saya katakan kasus hukum Ferdy Sambo seperti sinetron berseri karena pemberitaan media tidak pernah berhenti; sejak kemunculan pertama, dalam sidang perdana. 17 Oktober 2022 lalu, dengan agenda pembacaan surat dakwaan. Artinya media masa dan sosial media menjadi bagian penting untuk mengontrol kebijakan pemerintah.

"Yang menarik adalah kekuatan dan dampak dari media sosial… Jadi, kita harus mencoba menggunakan media sosial dengan cara yang baik." - Malala Yousafzai

Kekuatan Komunitas

Bila kita keluar rumah dan bergaul dengan saudara-saudari kita dari Sumatra Utara, Suku Batak. Kita akan menyaksikan potret kebersamaan yang luar biasa. Kasus hukum Ferdy Sambo yang menghilangkan nyawa almahrum Yosua Hutabarat, seketika jadi viral tatkala keluarga bersikeras membuka jenazah. Selanjutnya melalui pengacara keluarga korban, Komaruddin Simanjuntak memainkan perannya dengan sangat baik. 

Jaringan Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan (TAMPAK), bapak Saor Siagian pun turut bersuara lantang di berbagai media masa. Hasilnya Ferdy  Sambo pun ditahan. Itulah kekuatan jaringan (networking).  
    
Sebut saja keluarga itu suku, sebut saja keluarga itu jaringan, sebut saja keluarga itu rumpun bangsa atau sebut saja keluarga tetap keluarga: apapun Anda menyebutnya, siapapun Anda, Anda butuh sebuah keluarga.Jane Howard

Ikatan Keluarga Besar Sumatra Utara (IKSU) telah menunjukan kepada kita bahwa, betapa dahsyatnya kekuatan jaringan. 

Ini tahun 2023, kamu masih sendiri?. 

Percayalah kawan, sebatang sapu lidih tidak akan mampu mebersihkan satu halaman rumah, tetapi ketika ia bersatu menjadi sapu lidah maka sampah pun menjadi bersih. 

Rakyat bersama pemerintahan yang berdaulat, media ikut mengawasi prosesnya. Sungguh Indonesia maju bukan hanya sebatas angan.

Harga Kejujuran di Indonesia 12 Tahun Penjara: Refleksi Kasus Hukum Richard Eliezer dan Ferdy Sambo

Barang yang paling mahal di dunia adalah kepercayaan. Laksana sekeping mata uang, kejujuran dan kepercayaan dua hal yang menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan.

Kasus hukum Ferdy Sambo memasuki babak akhir. Richard Eliezer yang atas perintah, Ferdy Sambo, "gelap mata" dan menghabisi rekannya, Yosua Hutabarat. Peristiwa itu dengan jujur diakui oleh Richard Eliezer di hadapan sidang. Keluarga korban, Yosua Hutabarat pun sudah memberikan maaf, dengan harapan Richard Eliezer berkata jujur.

Kejujuran Richard Eliezer Dibayar 12 Tahun Penjara

Setelah mendengar pembacaan vonis hukuman dari Jaksa Penuntut Umum 12 tahun penjara. Richard Eliezer pun membacakan pledoi, atau nota pembelaan. Sambil menahan tangis dan tangan bergetar anak muda itu membacakan nota pembelaan atas dirinya. Berikut ini poin-pin pledoi dari Richard Eliezer.
  1. Tugas saya sebagai ajudan harus mematuhi semua perintah atasan.
  2. Kejujuran yang saya sampaikan tidak dihargai malah dimusuhi.
  3. Ikrar dan janji kestiaan kepada pimpinan dan negara adalah janji seorang para militer.
  4. Saya didik untuk taat dan patuh kepada pimpinan dan tidak mempertanyakan keputusan pimpinan.
  5. Berserah kepada keputusan yang mulia hakim yang bijaksana.
Kejujuran adalah segala-galanya dan keadilan nyata bagi yang mencarinya. Richard Eliezer. Selengkapnya bisa dilihat melalui channel Youtube kompas TV
Harga Kejujuran di Indonesia 12 Tahun Penjara: Refleksi Kasus Hukum Richard Eliezer dan Ferdy Sambo
Twitter Mafud MD, Foto Kompas TV, Link Terlampir

Pengakuan jujur dari Richard Eliezer mendapat pengakuan dari berbagai pihak, salah satunuya, Menteri Hukum, Politik dan Keamanan, Mahfud MD.
Sebagai negara hukum kita taat pada hukum sebagai panglima tertinggi, namun adilkah sebuah kejujuran dihargai 12 tahun penjara?.

Menghabisi nyawa orang lain adalah tindakan salah dan harus dihukum. Namun bagaimana jika tindakan tersebut dilakukan atas perintah pimpinan yang memiliki jabatan dan kekuasan mentereng?.

Prof. Frans Magnus Soseono, Pakar Filsafat Moral mengatakan "tindakan seseorang yang menghabisi nyawa orang lain, atas dasar perintah", "yang ia sendiri tidak bisa hindari, belum tentu dikatakan bersalah". Contoh, seorang tentara yang menembaki musuhnya di medan perang, apakah dia bersalah?. Secara moral, menghabisi nyawa orang lain itu salah, tetapi dalam posisi seperti itu apakah yang bersangkutan salah?, tanya Prof Frans Magnus Soseno di hadapan sidang Ferdy Sambo-Richard Eliezer. Ditambah dengan perannya (Richard Eliezer) sebagai Justice Collaborator (JC) dan pemberian maaf dari keluarga korban (Yosua Hutabarat), maka pertanyaan reflektif buat kita semua. Adilkan 12 tahun penjara yang diberikan Jaksa Penutut Umum kepada Richard Eliezer?

Sebagai orang awam yang tidak mengerti hukum, saya hanya bisa berdoa, agar keadilan menemukan jalannya sendiri di negara yang menempatkan hukum sebagai panglima tertinggi.

Jakarta, 31 Januari 2023
Martin Ruma 
Posting Komentar

Posting Komentar